SAHABATPOKER - Awal kisahnya pun diwarnai kekerasan seksual sang pacar, seorang pemuda sekampung yang umurnya tiga tahun lebih tua. Si pacar melakukan berbagai tipu daya untuk memaksanya melakukan hubungan seks.
"Dia bilang aku pasti gak perawan. Padahal, aku masih perawan. Terus, pacar aku bilang, kamu sayang gak ke aku, kalau memang sayang, mau gak diperawanin sama aku, kalau kamu memang masih perawan," papar Zahra.
"Bodohnya, aku akhirnya mau," tutur Zahra pula menyungging senyum pahit.
Tetapi seks pertama itu ibarat menandatangani kontrak kekerasan yang berkepanjangan. Zahra jadi seakan tidak punya daya untuk lepas dari pacarnya, meski disiksa, dan dijadikan budak seks.
"Aku pernah disundut rokok," cerita Zahra.
Orang tua Zahra tak pernah tahu.
Betapa pun, setelah tak tahan disiksa dan dikhianati berulang kali, akhirnya berhasil meninggalkan pacarnya. Ia lalu memutuskan bekerja sebagai PL.
Seorang pemuda berusia 30 tahunan menjadi klien pertama Zahra bekerja sebagai PL. dengan bayaran Rp 150 ribu per jam. Bayarannya memang lebih mahal dari Dewi, sebab Dewi harus mau digerayangi.
"Kalau dipegang-pegang, aku harus diam," ungkapnya lugu.
Tawaran BO tak lama datang. Mudah saja bagi Zahra menerima tawaran itu, mengingat kondisinya yang sedang butuh uang.
"Aku paling takut tertular HIV, tapi gak ada jalan lagi," kata sulung dari tiga bersaudara ini. Parahnya lagi, kebanyakan klien menolak memakai pengaman.
"Ada saja alasannya, gak mau pakai kondom," tutur Zahra.
Dalam sebulan, Zahra bisa mendapat 2-3 klien, baik PL atau pun BO. Sesekali, uangnya diberikan ke ibunya, tapi seringkali dipakai untuk kebutuhannya.
"Kalau ada temen ngajak mabok, ya uangnya dipakai beli minuman," kata Zahra yang merokok sejak kelas 4 SD ini.
Zahra kemudian bergabung dengan anak-anak dampingan KAP Indonesia. Sama seperti Dewi, ia mengikuti berbagai kegiatan, termasuk mengikuti pendidikan kesehatan reproduksi remaja. Salah satu materinya tentang penyakit menular seksual. Namun hal itu belum cukup membuat Zahra berhenti dari pekerjaannya. Bandarq Terbaik Di Asia
"Kalau aku dapat pekerjaan yang enak, enggak capek, aku mau berhenti," ujar Zahra yang sempat bercita-cita jadi PNS ini.
Zahra enggan memikirkan masa depannya. Dia hanya ingin menjalani saja kehidupannya saat ini.
Zahra dan Awa adalah potret anak-anak yang dilacurkan di Kota Padang. Ada pola kekerasan serupa yang dialami keduanya. Mulai dari kemiskinan, minimnya pendidikan seks dan kesehatan reproduksi, putus sekolah, kekerasan fisik dan seksual oleh pacar atau teman lelaki yang diawali tipu daya dan intimidasi, orangtua yang lalai, kemudian berujung ke eksploitasi seksual.
Pola itu tidak hanya ditemukan pada kasus Zahra dan Awa. Tapi juga sejumlah anak yang menjadi dampingan KAP Indonesia. Bahkan, pola itu terjadi pada sejumlah anak-anak dampingan Yayasan Bahtera di 2014 hingga 2023
"Karena banyak pihak, termasuk pemerintah, yang abai terhadap isu eksploitasi seksual komersil anak (ESKA). Semua cenderung memandang persoalannya sangat berat, jadi sebaiknya tidak masuk ke persoalan itu," kata Direktur KAP Indonesia, Bambang Sundayana.
Ia mengatakan, ada yang membedakan antara anak-anak yang dilacurkan beberapa tahun ke belakang dengan tahun ini. Di tahun-tahun sebelumnya, sosok "mamih" atau mucikari masih berperan sebagai penghubung antara klien dan anak buahnya. Pada masa itu, banyak ditemukan pula kasus perdagangan orang.
Kini, klien bisa didapat melalui teman yang lebih dulu menjajal profesi tersebut. Proses "perekrutan" pun berawal dari ajakan teman. Sehingga, siapa pun, umur berapa pun, jika mau, bisa langsung bekerja sebagai PL atau menerima BO. Transaksi seks bisa terjadi tanpa peran "mamih".
Secara tak sadar, mereka membentuk jaringannya sendiri yang didasari pertemanan. Tidak heran, jika di antara mereka adalah teman dekat, tetangga, atau teman sekolah. Seperti, Zahra dan Dewi yang merupakan teman satu sekolah.
Secara undang-undang, mereka semua masih anak-anak. Sehingga yang direkrut pun temannya yang juga anak-anak. Bahkan, ada anak yang usianya masih 12 tahun.
Koordinator Program KAP Indonesia, Anita Gayatri menyebutkan, pertemanan dan pergaulan menjadi pintu masuk ESKA.
Ada peran teman juga yang mencari gadun dan atas permintaan anak juga untuk dicarikan gadun," kata Anita.
Saat ini, KAP Indonesia mendampingi sebanyak 200 anak yang mengalami ESKA, yakni anak-anak yang menjadi objek seksual. Dari jumlah itu, anak perempuan sebanyak 105 orang dan anak laki-laki 95 orang. Rentang umur mereka antara 12 hingga 18 tahun.
"Objek seksual itu tidak hanya hubungan seks tapi juga dalam bentuk pornografi anak. Bisa saja anak difoto, dikoleksi," kata Bambang.
"Zahra dan Awa sempat mengalami sakit akibat perilaku seks yang berisiko. Zahra mengeluh rahimnya sakit, sedangkan Awa sempat terjangkit Herpes.
Isu ini menjadi perhatian KAP Indonesia. KAP Indonesia menemukan, fenomena ESKA menggambarkan tingkat kerentanan anak pada sejumlah masalah, seperti situasi yang eksploitatif, terkena penyakit menular seksual, hingga terpapar HIV/Aids.
Memang dalam proses pendampingan tidak ditemukan terlalu banyak HIV positif, tapi dari hampir 400 anak yang kami dampingi dari 2009-2014, saya bisa katakan 95 persen lebih mereka terkena penyakit menular seksual. Memang kasus HIV/Aids sangat kecil kalau tidak salah ada 2 atau 3 anak yang kena," kata Bambang.
Hal itu diketahui berdasarkan test VCT yang dilakukan terhadap anak-anak dampingan.
Di tahun ini, KAP Indonesia melakukan VCT terhadap anak-anak dampingan melalui Program Peduli Inklusi Sosial. Tujuannya untuk melihat sejauh mana anak-anak dampingan terpapar penyakit menular seksual. KAP Indonesia melihat tingginya penderita HIV/Aids di Kota Padang, terutama di rentang usia produktif.
Anita mengaku, pihaknya terpaksa tidak melibatkan orangtua dalam pemeriksaan VCT lantaran banyak orangtua yang tidak mengetahui kondisi anaknya. Sementara si anak merahasiakan kondisi dirinya.
Padahal, untuk melakukan test VCT pada anak, harus ada persetujuan orangtua.
"Kami terpaksa mengalihkannya kepada para pendamping, karena sebagian besar orangtua tidak mengetahui anak-anaknya dalam kondisi rentan ESKA," ujar Anita.
Test VCT dilakukan bekerja sama dengan PKBI dan Klinik Mawar dengan cara mengambil sampel darah. Hasilnya, dari 39 anak yang diperiksa, semuanya negatif nonreaktif HIV.
Sahabatpoker Agen Domino99 Poker Online Bandarq Terbaik Di Asia
0 komentar:
Posting Komentar