SAHABATPOKER _Mbak Fitri menggigil pelan.
“Ih Adek…. Geli tau…..” katanya. Tapi ia tidak melarangku melainkan meneruskan pekerjaannya.
Aku menikmati wangi tubuhnya dan betapa halusnya pundak Mbak Fitri. Selama beberapa saat aku asyik terdiam dengan hidung dan bibir menempel di pundaknya sampai baru menyadari bahwa Mbak Fitri tidak lagi berbicara melainkan hanya mengetik saja.
Ingin sekali aku membenamkan wajahku dalam-dalam di pundak Mbak Fitri namun aku tidak berani. Kami terdiam beberapa lama dengan Mbak Fitri yang mengetik sambil dipeluk olehku dengan pundak yang tempel dengan hidung dan bibirku. Aku kini bernafas di pundak Mbak Fitri dan Mbak Fitri tampak tidak terganggu. Namun, kenikmatan ini berakhir ketika kami mendengar Tante Mar memanggil untuk makan malam. Dalam kecanggungan kami memisahkan diri.
Hari itu kami tidak saling berbicara. Ada keanehan yang menggantung. Namun, semenjak saat itu, Mbak Fitri menjadi obsesiku dan rasanya aku ingin sekali bertemu dengannya setiap hari. Minggu depannya aku bujuk ibu untuk menginap lagi di rumah Tante Mar dan ibu setuju.
Ketika aku datang, Tante Mar bilang Mbak Fitri baru saja naik ke kamarnya untuk mengerjakan PR Komputer. Aku senang sekali. Entah kenapa sebagai anak kecil aku tidak ada rasa takut saat itu, tapi itulah yang terjadi. Aku bergegas ke kamarnya dan mendapati dia sedang asyik mengetik. Betapa bahagianya aku ketika melihat Mbak Fitri mengenakan tank top dan celana pendek, rambutnya yang sebahu diikat melingkar di belakang kepala. Berarti ada kesempatan cium pundaknya lagi, bahkan lehernya kini terbuka.
“Lagi ngapain Mbak?”
“Ini lagi main Friendster (saat itu belum ada Facebook).”
“Friendster? Aplikasi baru ya? ajarin donk….”
Mbak Fitri tertawa pelan dan berkata, “sini Mbak ajarin. Duduk di belakang Mbak kayak kemarin.”
Aku segera memposisikan diri seperti kemarin dan memeluknya. Tak lama aku mulai bernafas di pundaknya lagi. Sejak saat itu kami selalu “belajar” computer. Dan aku sungguh amat senang menginap di rumah Tante Mar.Bandarq Terbaik Di Asia
Tentu saja terkadang mereka menginap di rumah kami, dan berhubung aku juga punya computer, maka aku selalu meminta ia mengajariku dan ia selalu bersedia.
Pada mulanya aku hanya berani bernafas di satu tempat, namun setelah beberapa bulan, aku mulai berani memindahkan hidungku ke samping. Hanya sesekali. Session kami biasanya berlangsung sejam. Dalam sejam itu aku mungkin hanya pindah lima kali. Setelah enam bulan lebih aku berani pindah ke pundaknya yang kiri. Lucunya, akhirnya Mbak Fitri sudah tidak lagi mengajariku computer, karena setelah beberapa bulan, dia hanya berdiam saja di depan computer. Komputernyapun tidak dinyalakan.
Satu bulan setelah itu, aku mulai berani memindahkan hidung dan mulutku beberapa kali secara perlahan dalam waktu yang agak lama. Pada bulan ke delapan aku mulai tidak sabar dan akhirnya memutuskan untuk mulai memindahkan mulut dan hidungku lebih banyak lagi sehingga akhirnya mulai terlihat seperti orang yang menciumi pundak.
Masuk bulan berikutnya, ketika kami masuk kamar, Mbak Fitri duduk di pinggir tempat tidur, membuatku merasa lebih berani dan tentunya lebih horny lagi. Lalu aku mulai mengendusi dan mengecupi pundak Mbak Fitri. Aku hanya berani mengecup perlahan. Namun kecupan pertamaku membuat Mbak Fitri menarik nafas karena terkejut, namun ia tidak marah.
Lucunya, kami tidak bertindak lebih jauh. Aku tidak berani lebih jauh karena sebenarnya aku takut Mbak Fitri akan marah lalu menghentikan kegiatan kami. Namun kami berduapun tahu menyadari bahwa hubungan kami ini sudah lebih dari hubungan saudara sepupu. Hubungan kami kini dihiasi oleh sensualitas terlarang.
Terakhir kami melakukan itu adalah ketika sekolah telah berakhir dan liburan sekolah sudah dimulai.
Kala itu kami sudah masuk ke kamar Mbak Fitri. Ia memakai baju you can see yang mini sehingga tak hanya pundak dan bagian atas tubuhnya yang terbuka, namun baju itu sangat pendek sehingga memperlihatkan pusarnya. Aku langsung mengambil tempat di belakang Mbak Fitri di atas bantal sehingga kini daguku sejajar dengan pundaknya dan memeluknya lagi seperti tempo hari. Saat itu kepalaku tepat di belakang kepala Mbak Fitri.
Baru aku sedikit memposisikan kepalaku miring kearah pundak, Mbak Fitri bersender ke belakang sehingga tahu-tahu hidungku dan leher Mbak Fitri bergesekkan. Ada suara lirih dari mulutnya. Kedua tangan Mbak Fitri mendekapku perlahan. Baru kali ini ia mendekapku dan bersandar. Aku saat itu horny berat, apalagi Mbak Fitri terlihat sudah pasrah.
Tanpa menyadari, aku mengenyoti leher jenjangnya. Mbak Fitri mendesah-desah. Aku asyik mencupang dan menjilati lehernya yang halus itu. Beberapa saat kemudian Mbak Fitri mulai menoleh ke arahku dan kemudian menciumi jidatku yang kini sejajar bibirnya. Tangan kanannya tiba-tiba mendekap kepalaku dari belakang. Sentuhan dan ciumannya membuatku gelap mata.
Tangan kananku yang tadi didekapnya kini terbebas, sementara tangan kiriku masih didekap tangan kirinya. Aku meremas toket Mbak Fitri dari luar bajunya dengan tangan kananku. Tahu-tahu Mbak Fitri memutar badannya lalu menindih aku secara cepat.
Aku untuk sementara terkejut dan terdiam, namun Mbak Fitri tak menunggu lama untuk mencium bibirku. Ia mengecupi bibirku beberapa waktu sebelum kurasakan lidahnya menyapu bibirku berkali-kali.
“Dek…” katanya,” kamu belum pernah ciuman?”
Aku hanya menggeleng. Lalu Mbak Fitri mengajariku berciuman. Setelah kursus singkat yang hanya sekitar dua menit, ia menyerang bibirku lagi. Kali ini aku membuka mulut seperti yang dia ajari dan menjulurkan lidahku.
Kami melakukan French kiss dengan penuh nafsu. Kami saling berpelukan erat sementara bibir dan lidah kami bertarung bagaikan dua ular yang berusaha saling melibat satu sama lain. Ludah kami saling bertukaran dalam badai asmara kami berdua. Aku menyusupkan kedua tangannya ke balik baju Mbak Fitri dan mencari pengikat BHnya. Saat aku temukan aku tidak dapat membukanya karena aku belum pernah melakukan ini.
Pada saat Mbak Fitri melepaskan ciumannya dan mengangkat tubuhnya untuk duduk di kedua pahaku, ia meraih ke belakang tubuhnya untuk membuka bra yang ia miliki. Saat itu tiba-tiba terdengar suara Tante Mar memanggil Mbak Fitri dan dari suaranya Tante Mar, Tante Mar sudah di depan pintu.
Secara cepat Mbak Fitri meninggalkan tubuhku yang ia duduki untuk kemudian duduk di pinggir ranjang. Dan benar saja, pintu terbuka dan Tante Mar masuk.
“Vid, pacarmu Dayat telpon tuh.”
Aku kaget sekali mengetahui bahwa Mbak Fitri sudah punya pacar. Aku selama ini mengira Mbak Fitri dan aku sudah pacaran karena kami begitu dekat. Ternyata aku salah. Perasaanku langsung galau dan kecewa.
Setelah Tante Mar keluar kamar, aku segera meninggalkan kamar itu juga tanpa bicara apapun pada Mbak Fitri.
“Andi…….” Panggil Mbak Fitri lirih, namun aku tidak menjawab dan keluar kamarnya tergesa-gesa.
Hari itu aku tidak mau bicara dengan Mbak Fitri. Lalu aku memohon untuk pulang. Ibu menurut saja. Sorenya kami pulang. Ibu berusaha mengorek keterangan dariku mengenai sebab aku murung seperti itu, aku hanya terdiam saja. Akhirnya ibu tidak memaksaku bicara.
Semenjak saat itu aku selalu tidak setuju bila ibuku mengajak ke rumah Tante Mar. Dan obsesiku beralih kepada ibuku. Berkali-kali Mbak Fitri telpon namun aku tidak mau bicara dengannya. Aku sudah punya inceran baru yaitu ibuku sendiri.
Kembali kepada saat aku untuk pertama kalinya datang ke tempat Tante Mar semenjak insiden dulu, seperti yang diceritakan di awal, Mbak Fitri mengajakku ke kamar. Aku menurut saja, lagian aku juga sudah mulai horny.
“Dek, kamu kok jahat? Ga mau ke sini lagi. Juga ga mau terima telpon dari Kakak?”
Aku hanya terdiam tak tahu harus buat apa.
“Kakak tahu kamu cemburu. Dulu Dayat memang pacar Kakak. Tapi sudah kakak putusin kok.”
Melihatku yang masih terdiam Mbak Fitri berkata,
“Kakak sama Dayat hanya ciuman saja. Paling dipegang-pegang. Ga lebih kok. Kakak kan lebih sayang sama kamu.”
Mbak Fitri saat itu memakai tank top putih. Tali dasternya tidak menunjukkan tali BH di baliknya, tapi pentilnya tidak terlihat. Jadi mungkin ia memakai BH tanpa tali. Namun melihat belahan dadanya yang terlihat di antara kedua payudaranya yang terlihat lebih besar dari tahun lalu, mau ga mau kontolku menjadi maksimal kekerasannya.
Aku tak tahu harus bicara apa, namun melihat cara Mbak Fitri berbicara, aku tahu bahwa ia juga memiliki perasaan yang sama denganku.
Aku segera memeluk Mbak Fitri dan melumat bibirnya. Mbak Fitri awalnya terkejut, namun tak menunggu lama, ia balas memeluk dan menciumku. Lama juga kami saling ber‘silat’ lidah. Setelah beberapa menit bertukaran ludah, aku menyelusupkan tanganku ke balik tank topnya dan mengusap-usap punggungnya. Sedikit terkejut aku mendapati tidak ada BH di punggungnya. Kulitnya begitu halus di tanganku.
LANJUT PART>> 5
Sahabatpoker Agen Domino99 Poker Online Bandarq Terbaik Di Asia
0 komentar:
Posting Komentar